Simulasi CAT – Berikut informasi terkait usulan penggunaan TKA untuk seleksi Akpol, Akmil, dan Sekolah Kedinasan.
Seleksi masuk Akademi Kepolisian (Akpol), Akademi Militer (Akmil), maupun sekolah kedinasan lain di Indonesia selalu menjadi sorotan publik. Ketatnya persaingan, besarnya minat masyarakat, serta status prestisius yang melekat pada lembaga-lembaga pendidikan tersebut menjadikan setiap tahapan seleksi dipantau dengan serius. Dalam konteks inilah, Kementerian Pendidikan Dasar dan Menengah (Kemendikdasmen) mengajukan sebuah usulan yang cukup strategis, yakni pemanfaatan Tes Kemampuan Akademik (TKA) sebagai instrumen seleksi resmi.
Gagasan ini muncul dari kebutuhan untuk menstandarkan sistem penilaian dan menghindari praktik manipulasi nilai yang kerap terjadi dalam proses penerimaan berbasis rapor maupun ijazah. Dengan TKA, pemerintah ingin memastikan bahwa seleksi benar-benar mengukur kompetensi akademik calon taruna dan taruni secara objektif, transparan, dan bebas intervensi.
Artikel ini akan membahas secara mendalam mengenai latar belakang usulan penggunaan TKA, perjalanan kebijakan penilaian dalam seleksi kedinasan, keunggulan TKA dibandingkan mekanisme sebelumnya, serta implikasinya bagi masa depan rekrutmen aparatur negara di Indonesia.
Latar Belakang Usulan TKA
Menurut Handaru Catu Bagus, Kepala Bidang Pengembangan dan Fasilitasi Pelaksanaan Asesmen Pusat Asesmen Pendidikan Kemendikdasmen, penerapan TKA dalam seleksi masuk Akpol, Akmil, dan sekolah kedinasan diharapkan mampu mengembalikan esensi evaluasi akademik yang objektif. Ia menegaskan bahwa TKA lebih menjamin kesetaraan kesempatan, karena seluruh peserta diuji dengan standar yang sama, bukan bergantung pada kebijakan internal sekolah atau “kebaikan hati” guru dalam memberi nilai.
Sebelumnya, ketika Ujian Nasional (UN) masih berlaku, hasil UN menjadi rujukan resmi yang relatif netral dan seragam. Namun, sejak UN dihapuskan pada tahun 2021 oleh Mendikbudristek saat itu, Nadiem Makarim, sistem seleksi kembali menggunakan nilai rata-rata rapor dan ijazah. Di titik inilah muncul persoalan: tidak semua sekolah menerapkan standar penilaian yang sama. Sebagian guru bahkan diduga memberi “sedekah nilai”, yakni menaikkan rapor agar siswa memenuhi syarat pendaftaran.
Kemendikdasmen menilai, tanpa intervensi kebijakan, praktik ini bisa merugikan peserta yang memang memiliki kompetensi murni, tetapi kalah bersaing karena nilai rapornya tampak lebih rendah dibandingkan mereka yang mendapat “bantuan nilai”. Oleh sebab itu, TKA ditawarkan sebagai solusi.
TKA sebagai Instrumen Standarisasi
Tes Kemampuan Akademik (TKA) sejatinya dirancang untuk mengukur kecakapan kognitif dasar siswa, seperti logika, pemahaman bahasa, kemampuan numerik, hingga penalaran umum. Materi yang diujikan tidak sekadar mengulang konten mata pelajaran di sekolah, melainkan menguji keterampilan berpikir kritis dan analitis.
Dengan pendekatan ini, TKA dianggap mampu memberikan gambaran lebih objektif mengenai kesiapan calon peserta didik menghadapi pendidikan di Akpol, Akmil, maupun sekolah kedinasan lainnya. Karena sifatnya terstandar secara nasional, TKA menutup celah manipulasi.
Sebagai gambaran, jika UN dahulu digunakan sebagai tolok ukur tunggal, maka TKA berfungsi sebagai pembaruan yang lebih kontekstual. TKA bukan hanya menilai hafalan materi, melainkan menguji bagaimana siswa menggunakan pengetahuan dasar untuk memecahkan masalah.
Perbandingan dengan Mekanisme Sebelumnya
-
Era Ujian Nasional (UN)
Sebelum 2021, UN menjadi rujukan utama. Kelebihannya terletak pada keseragaman nilai. Namun, kelemahannya, UN sering dikritik terlalu menekankan hafalan, serta memunculkan tekanan psikologis berlebihan bagi siswa. -
Era Rapor dan Ijazah (Pasca-Penghapusan UN)
Sejak 2021, syarat seleksi kedinasan menggunakan nilai rata-rata rapor dan ijazah. Bahkan ada persyaratan minimal untuk mata pelajaran tertentu, misalnya Matematika, Bahasa Indonesia, dan Bahasa Inggris. Sistem ini dinilai lebih humanis karena memperhatikan proses belajar panjang siswa. Tetapi kelemahannya sangat jelas: tidak ada standar nasional yang seragam, sehingga potensi manipulasi nilai terbuka lebar. -
Era TKA (Usulan Baru)
Dengan TKA, nilai peserta ditentukan melalui tes objektif yang sama untuk semua calon. Hal ini mirip dengan tes masuk perguruan tinggi atau standar internasional seperti SAT/ACT di Amerika Serikat. Kelebihannya adalah kesetaraan dan transparansi. Kekurangannya, tentu ada biaya dan kesiapan teknis yang harus dipenuhi, baik oleh penyelenggara maupun peserta.
Syarat Akademik dalam Seleksi Kedinasan
Meski TKA belum resmi diterapkan, ketentuan nilai rapor dan ijazah tetap berlaku dalam seleksi masuk sekolah kedinasan. Beberapa syarat minimal yang harus dipenuhi antara lain:
-
Lulusan tahun 2020: nilai rata-rata rapor dari 3 mata pelajaran utama minimal 65.
-
Lulusan 2021–2022: nilai rata-rata minimal 68.
-
Lulusan 2023–2025: nilai rata-rata minimal 70.
-
Nilai ijazah: untuk lulusan 2020–2024, rata-rata minimal 75,00 atau predikat B (untuk sistem alfabet).
Syarat ini menggambarkan bahwa standar akademik terus ditingkatkan dari tahun ke tahun. Namun, tetap saja ada perbedaan kualitas antar sekolah yang membuat sistem ini dianggap belum sepenuhnya adil.
Tujuan Utama Penggunaan TKA
Ada tiga alasan mendasar mengapa TKA diusulkan sebagai instrumen seleksi:
-
Mencegah Praktik Manipulasi Nilai
Dengan TKA, peluang terjadinya “sedekah nilai” dari guru untuk menaikkan rapor siswa menjadi sangat kecil. -
Menjamin Objektivitas Seleksi
Semua peserta diuji dengan soal yang sama, dalam waktu dan kondisi yang sama, sehingga tidak ada perlakuan istimewa. -
Menyesuaikan dengan Kebutuhan Zaman
Seleksi Akpol, Akmil, maupun sekolah kedinasan tidak hanya membutuhkan kecerdasan akademik, tetapi juga keterampilan berpikir kritis, kemampuan adaptasi, dan logika yang kuat. Hal-hal inilah yang diukur melalui TKA.
Implikasi Kebijakan bagi Akpol, Akmil, dan Sekolah Kedinasan
Apabila usulan ini benar-benar diimplementasikan, ada sejumlah dampak penting yang bisa diantisipasi:
-
Perubahan Pola Belajar di Sekolah
Siswa SMA, SMK, dan MA akan terdorong untuk memperkuat kemampuan berpikir analitis, bukan sekadar mengejar nilai rapor tinggi. -
Persiapan Seleksi yang Lebih Ketat
Lembaga bimbingan belajar kemungkinan akan menyesuaikan modul mereka dengan materi TKA. Pasar pendidikan informal pun bisa berkembang pesat. -
Transparansi dalam Rekrutmen Aparatur Negara
Dengan TKA, hasil seleksi menjadi lebih bisa dipertanggungjawabkan. Hal ini akan memperkuat legitimasi rekrutmen ASN dari jalur kedinasan. -
Peningkatan Kualitas Taruna dan Taruni
Karena disaring dengan instrumen yang lebih objektif, diharapkan mahasiswa yang diterima di Akpol, Akmil, dan sekolah kedinasan benar-benar memiliki kompetensi akademik mumpuni.
Tantangan Implementasi TKA
Meski menjanjikan, penerapan TKA tentu tidak lepas dari tantangan. Beberapa di antaranya:
-
Kesiapan Infrastruktur: Tes harus dilakukan secara daring atau berbasis komputer, sehingga membutuhkan sarana yang memadai di seluruh daerah.
-
Pemerataan Akses: Siswa di daerah terpencil mungkin terkendala fasilitas internet atau komputer. Ini perlu diantisipasi agar TKA tidak justru menimbulkan kesenjangan baru.
-
Kesiapan Materi dan Sumber Daya: Perlu ada standar soal yang valid, reliabel, serta disusun oleh ahli agar hasil tes benar-benar mencerminkan kompetensi.
Kesimpulan
Usulan Kemendikdasmen untuk menerapkan Tes Kemampuan Akademik (TKA) dalam seleksi masuk Akpol, Akmil, dan sekolah kedinasan merupakan langkah penting menuju sistem rekrutmen yang lebih objektif, transparan, dan bebas manipulasi. Dibandingkan dengan mekanisme sebelumnya—baik Ujian Nasional maupun rapor/ijazah—TKA menawarkan standar nasional yang adil dan sulit dipengaruhi kepentingan tertentu.
Walaupun implementasinya akan menghadapi berbagai tantangan, terutama dari segi infrastruktur dan pemerataan akses, manfaat jangka panjangnya sangat besar. Dengan TKA, Indonesia dapat memastikan bahwa generasi perwira dan aparatur masa depan benar-benar dipilih berdasarkan kompetensi nyata, bukan sekadar angka rapor yang bisa dipoles.
Pada akhirnya, keberhasilan kebijakan ini akan sangat bergantung pada sinergi antara pemerintah, lembaga pendidikan, serta masyarakat. Jika TKA dapat diterapkan dengan baik, maka masa depan rekrutmen aparatur negara akan lebih terjamin kualitas dan integritasnya.
Jangan lupa untuk mengunjungi link-link berikut agar persiapan seleksi kalian lebih matang, ya!