Simulasi CAT – Berikut informasi seputar Revisi UU ASN 2023.
Komisi II DPR RI resmi memasukkan rencana perubahan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2023 tentang Aparatur Sipil Negara (UU ASN 2023) ke dalam daftar prioritas legislasi nasional (Prolegnas) tahun 2025. Meskipun undang-undang ini baru berusia dua tahun, dinamika politik, kebutuhan birokrasi, serta desakan penyempurnaan kebijakan membuat revisi UU tersebut kembali mengemuka dan menjadi agenda krusial dalam pembahasan di Senayan.
UU ASN 2023 sebelumnya disusun untuk menyempurnakan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014. Namun, dalam perjalanannya, sejumlah persoalan dan kelemahan dalam implementasi mendorong DPR dan pemerintah kembali membuka ruang kajian untuk menyempurnakan berbagai ketentuan. Selain penyederhanaan birokrasi, revisi yang kini diusulkan juga menyentuh isu sensitif seperti alih status Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK) menjadi Pegawai Negeri Sipil (PNS), penyelesaian tenaga non-ASN, hingga penyempurnaan sistem manajemen talenta nasional.
Fokus Awal Revisi: Fleksibilitas Penempatan Eselon II, Sistem Merit, dan Isu PPPK–PNS
Komisi II DPR menyebut bahwa beberapa isu prioritas dalam revisi UU ASN 2023 antara lain:
- Pemberian fleksibilitas dalam penempatan jabatan eselon II di kementerian/lembaga maupun pemerintah daerah, sehingga pengisian jabatan dapat lebih adaptif terhadap kebutuhan organisasi.
- Penguatan sistem merit, agar rekrutmen, promosi, mutasi, dan evaluasi kinerja ASN semakin berbasis kompetensi dan integritas, bukan pertimbangan politik atau hubungan personal.
- Pembahasan kemungkinan alih status PPPK menjadi PNS, sebuah wacana besar yang menimbulkan banyak pro dan kontra.
Isu alih status PPPK menjadi PNS inilah yang paling banyak menyita perhatian publik, terutama karena jumlah PPPK yang kini telah mencapai jutaan orang, termasuk tenaga teknis, guru, dan tenaga kesehatan.
Mengembalikan PPPK pada Desain Awal: Penegasan BKN
Wakil Kepala BKN, Suharmen, menjelaskan garis besar substansi revisi UU ASN tahun 2023. Menurutnya, pemerintah bersama DPR sepakat bahwa penataan ASN ke depan harus berpegang pada struktur awal yang sebenarnya hanya mengenal dua jenis ASN, yaitu:
- Pegawai Negeri Sipil (PNS)
- Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK)
Namun demikian, posisi PPPK dalam revisi mendatang akan dikembalikan pada desain awal yang sejak lama direncanakan untuk jabatan profesional atau spesialis — bukan untuk menggantikan tenaga honorer.
Suharmen menekankan:
Ke depan, PPPK hanya diperuntukkan bagi tenaga ahli, profesional, atau pihak yang memiliki kompetensi khusus yang tidak dapat dipenuhi oleh PNS.
Dengan demikian, praktik sebelumnya — yaitu menjadikan PPPK sebagai solusi penyelesaian tenaga honorer — akan ditinggalkan dan tidak diulang kembali dalam sistem birokrasi modern.
Rekrutmen PPPK Akan Lebih Ketat dan Selektif
Dalam sistem baru, PPPK tidak lagi direkrut secara massal untuk menggantikan tenaga honorer. Sebaliknya, PPPK hanya akan dibuka bagi:
- tenaga ahli dari luar pemerintahan,
- profesional di bidang strategis,
- pihak yang memiliki sertifikasi atau keahlian khusus,
- jabatan yang tidak bisa diisi oleh PNS karena kebutuhan kompetensi yang berbeda.
Rekrutmen pun akan dilakukan dengan standar tinggi, termasuk adanya passing grade khusus bagi PPPK profesional.
Ini menunjukkan bahwa formasi PPPK mendatang tidak lagi menjadi jalur “penyelesaian masalah honorer”, tetapi jalur masuk bagi tenaga berkualifikasi tinggi sesuai kebutuhan birokrasi modern.
Wacana Alih Status PPPK–PNS Tidak Otomatis, namun Peluangnya Dibahas
Meskipun revisi UU ASN membuka ruang diskusi mengenai alih status PPPK menjadi PNS, pemerintah dan Komisi II DPR menegaskan bahwa alih status tidak akan berlangsung otomatis. Wakil Ketua Komisi II DPR, Zuldikar Arse Sadikin, menegaskan bahwa tidak ada mekanisme yang memungkinkan PPPK langsung diangkat menjadi PNS tanpa seleksi. Menteri PANRB, Rini Widyantini, juga memberikan pernyataan senada:
- Rekrutmen PPPK dan PNS berbeda jalurnya.
- Konversi status harus didasarkan pada regulasi yang jelas.
- Apabila ada alih status, tetap harus melalui mekanisme seleksi.
Namun demikian, Wakil Ketua Komisi II DPR lainnya, Dede Yusuf, memberi sinyal bahwa peluang konversi tetap terbuka apabila pemerintah menyetujui hal tersebut dan revisi UU ASN mengakomodasinya. Pernyataan Dede ini menjadi angin segar bagi sebagian PPPK yang sejak lama berharap mendapatkan status kepegawaian permanen sebagai PNS.
Pertimbangan Berat Pemerintah: Risiko Fiskal, Masa Kerja Panjang, dan Hak Pensiun
Salah satu alasan utama pemerintah berhati-hati dalam membuka ruang alih status PPPK ke PNS adalah risiko fiskal jangka panjang. PNS mendapatkan hak pensiun seumur hidup, bekerja hingga batas usia pensiun, dan memperoleh tunjangan masa tua. Sementara PPPK hanya bekerja sesuai kontrak dan tidak memiliki hak pensiun dari negara. Jika PPPK—yang jumlahnya saat ini mencapai jutaan—dialihkan menjadi PNS, dampaknya meliputi:
- lonjakan belanja pegawai,
- peningkatan kewajiban pensiun negara,
- tekanan besar terhadap APBN,
- beban fiskal puluhan tahun ke depan.
Maka dari itu, Rini menegaskan bahwa setiap perubahan besar dalam struktur ASN harus memenuhi:
- syarat kebutuhan jabatan,
- kesiapan anggaran,
- stabilitas fiskal,
- regulasi teknis yang jelas dan adil.
Kondisi K/L Diminta Segera Ajukan Formasi PNS
Dalam kesempatan terpisah, Menteri PANRB Rini Widyantini meminta kementerian dan lembaga untuk segera menyiapkan kebutuhan formasi PNS.
Hal ini karena:
- awal masa pemerintahan Presiden Prabowo Subianto belum membuka CPNS baru,
- adanya perubahan struktur organisasi yang besar,
- jumlah kementerian yang kini mencapai 48, jauh lebih banyak dibanding 34 kementerian pada era Presiden Joko Widodo.
Penambahan jumlah kementerian membuat koordinasi, kebutuhan SDM, serta penyusunan formasi menjadi lebih kompleks dan memerlukan waktu.
Revisi UU ASN Tidak Otomatis Ubah Status PPPK
Meskipun isu konversi PPPK ke PNS ramai dibahas, pemerintah dan DPR menegaskan bahwa revisi UU ASN bukan berarti:
- semua PPPK langsung berubah status,
- PPPK otomatis menjadi PNS,
- atau pemerintah menghapus status PPPK.
Perubahan status memerlukan:
- Revisi UU ASN sebagai payung hukum utama,
- Peraturan pemerintah sebagai aturan turunan,
- Pengaturan teknis tentang mekanisme seleksi konversi,
- Analisis formasi, kebutuhan jabatan, dan kompetensi,
- Pertimbangan kemampuan fiskal jangka panjang.
Tanpa semua komponen ini terpenuhi, maka konversi tidak dapat diberlakukan.
Isu Penghapusan Honorer 2024–2025: Bagian dari Latar Belakang Revisi
Pemerintah telah menetapkan bahwa pengangkatan tenaga honorer berakhir pada Desember 2024 sesuai UU ASN. Namun faktanya, proses penataan honorer masih berlangsung hingga 2025, dan menimbulkan dinamika baru.
Hal ini menjadi salah satu alasan revisi UU ASN kembali didorong agar:
- tidak muncul kembali tenaga honorer baru,
- penyelesaian honorer lama dilakukan melalui skema PPPK penuh waktu atau paruh waktu,
- tata kelola ASN menjadi lebih stabil di masa depan.
Poin-Poin Krusial dalam Pembahasan Revisi UU ASN
Beberapa aturan dan isu yang kembali disorot dalam pembahasan revisi meliputi:
1. Penguatan sistem merit
Agar rekrutmen, promosi, mutasi, dan manajemen SDM berbasis kompetensi.
2. Penyamaan hak dasar PNS dan PPPK
Seperti cuti, pengembangan kompetensi, perlindungan kerja, dan mobilitas terbatas antarinstansi.
3. Larangan tegas pengangkatan honorer
Untuk mencegah kembali munculnya tenaga non-ASN tanpa payung hukum.
4. Skema single salary
Mengatur penyederhanaan penghasilan ASN berbasis gaji tunggal sehingga perlu disesuaikan dalam UU.
5. Fleksibilitas mutasi pejabat eselon II
Agar birokrasi lebih adaptif dan efisien sesuai kebutuhan organisasi.
6. Wacana pembentukan lembaga pengawas independen
Untuk:
- menjaga sistem merit,
- mencegah politisasi ASN,
- memperkuat netralitas ASN terutama menjelang Pemilu.
Ruang Karier PPPK Perlu Diperjelas
Salah satu kritik terbesar terhadap sistem PPPK saat ini adalah sempitnya ruang karier, termasuk:
- akses terbatas pada promosi,
- keterbatasan mutasi antarinstansi,
- kontrak yang tidak memastikan keberlanjutan karier,
- belum adanya kepangkatan setara PNS.
Revisi UU diharapkan memberikan:
- struktur karier yang jelas,
- jenjang kepangkatan,
- pola promosi,
- dan peluang mobilitas yang lebih luas.
Masa Depan PPPK–PNS: Bergantung pada Kesepakatan Politik dan Kapasitas Fiskal Negara
Secara keseluruhan, masa depan perubahan status PPPK menjadi PNS sangat dipengaruhi oleh tiga faktor besar:
- Keputusan politik DPR dan pemerintah,
- Kesiapan anggaran jangka panjang,
- Arah reformasi birokrasi yang sedang dikerjakan pemerintah.
Jika ketiga unsur ini tidak bergerak selaras, maka peluang konversi akan sulit terlaksana. Namun jika disepakati, pemerintah perlu menyiapkan mekanisme seleksi atau jalur konversi yang adil, tidak diskriminatif, dan sesuai kebutuhan nasional.
Kesimpulan
Revisi UU ASN 2023 menjadi salah satu agenda terbesar pemerintah dan DPR di tahun 2025. Isu PPPK–PNS, penguatan sistem merit, penyelesaian honorer, reformasi organisasi, dan penyempurnaan skema single salary menjadi titik fokus utama. Walaupun peluang alih status PPPK menjadi PNS terbuka untuk dibahas, hingga saat ini belum ada mekanisme pasti, belum ada aturan teknis, dan belum ada kepastian konversi. Proses revisi undang-undang ini akan menentukan arah manajemen ASN Indonesia untuk puluhan tahun ke depan.
Sumber: mistar.id
Jangan lupa untuk mengunjungi link-link berikut agar persiapan seleksi kalian lebih matang, ya!
