Simulasi CAT – Berikut informasi seputar TKA, terkait isu polemik penggunaan fasilitas sekolah menjelang pelaksanaannya.
Menjelang pelaksanaan Tes Kemampuan Akademik (TKA), yang menjadi salah satu instrumen penting dalam proses seleksi masuk sekolah kedinasan dan jalur pendidikan tinggi tertentu, isu terkait kesiapan fasilitas sekolah kembali menjadi sorotan publik. Masyarakat, khususnya warganet dan para orang tua siswa, mempertanyakan kesiapan sarana prasarana di sekolah, mulai dari ketersediaan laptop, komputer, hingga Chromebook. Bahkan muncul pula pertanyaan: apakah penggunaan ponsel pintar (HP) bisa dijadikan alternatif jika fasilitas komputer tidak mencukupi?
Pertanyaan ini muncul bukan tanpa sebab. Di banyak daerah, khususnya wilayah dengan keterbatasan akses teknologi, jumlah perangkat komputer yang dimiliki sekolah sangat terbatas. Sementara itu, kepemilikan smartphone di kalangan siswa relatif lebih tinggi dibanding laptop atau PC. Maka wajar jika publik bertanya, mengapa HP tidak bisa menjadi pilihan.
Dalam sebuah tayangan di kanal YouTube Direktorat SMA berjudul Tanya SMA: Tes Kemampuan Akademik, Indyah Hayu Ariyanti dari Tim Penilaian dan Pembelajaran Kementerian Pendidikan Dasar dan Menengah (Kemendikdasmen) memberikan penjelasan rinci mengenai mekanisme penggunaan perangkat untuk TKA.
Laptop, PC, dan Chromebook Jadi Perangkat Utama
Indyah menjelaskan bahwa Tes Kemampuan Akademik dilaksanakan dengan perangkat berbasis komputer, baik itu PC (Personal Computer), laptop, maupun Chromebook. Prinsip ini sama seperti yang diterapkan dalam pelaksanaan Asesmen Nasional (AN).
Menurutnya, penggunaan perangkat komputer memberikan jaminan layar yang lebih memadai untuk mengerjakan soal-soal TKA. Selain itu, sistem keamanan dan aplikasi Exam Browser yang digunakan pada TKA juga telah didesain agar berjalan optimal di PC, laptop, atau Chromebook dengan sistem operasi Windows maupun MacOS.
Ia menambahkan, sekolah yang menghadapi keterbatasan perangkat bisa mengambil langkah strategis dengan meminjam perangkat dari sekolah lain, orang tua, atau bahkan siswa. Mekanisme peminjaman ini dipandang penting agar tidak ada siswa yang tertinggal hanya karena kendala fasilitas.
Laptop Siswa Tidak Boleh Dibawa Pulang Saat Ujian
Kebijakan menarik yang disampaikan Indyah adalah aturan terkait penggunaan laptop pribadi siswa. Siswa diperbolehkan menggunakan laptop milik mereka sendiri, namun dengan syarat laptop tersebut diserahkan dan dipersiapkan sejak masa simulasi dan gladi bersih sebelum hari H ujian.
Setelah itu, perangkat tidak boleh dibawa pulang lagi oleh siswa. Alasannya sederhana: demi menjaga keamanan ujian. Dengan laptop tetap berada di sekolah, risiko kebocoran soal atau akses tidak sah terhadap sistem TKA bisa diminimalisasi.
Hal ini menunjukkan bahwa Kemendikdasmen berusaha memastikan integritas TKA setara dengan ujian nasional berskala besar. Keamanan ujian menjadi perhatian utama, karena hasil TKA akan digunakan sebagai dasar seleksi masuk lembaga pendidikan bergengsi seperti sekolah kedinasan, Akpol, dan Akmil.
Mengapa HP Tidak Boleh Digunakan?
Salah satu pertanyaan publik yang paling banyak disorot adalah: mengapa HP tidak dijadikan alternatif perangkat TKA?
Indyah memberikan penjelasan logis. Menurutnya, meskipun sempat muncul ide penggunaan smartphone, setelah dipertimbangkan lebih jauh, perangkat tersebut dianggap tidak memadai untuk mengerjakan soal TKA.
Ada dua alasan utama:
-
Ukuran layar terlalu kecil. Soal TKA umumnya panjang dan memerlukan konsentrasi membaca serta analisis mendalam. Jika menggunakan HP, siswa akan terlalu sibuk menggulir layar ke atas dan ke bawah. Hal ini akan mengganggu fokus dan memperlambat pengerjaan soal.
-
Efektivitas pengerjaan menurun. Dengan layar kecil, risiko kesalahan membaca soal meningkat. Selain itu, waktu pengerjaan bisa terbuang hanya untuk navigasi layar, bukan untuk menjawab pertanyaan.
Oleh sebab itu, pemerintah memutuskan hanya PC, laptop, dan Chromebook yang diperbolehkan. HP, meskipun lebih mudah dijangkau oleh siswa, dinilai justru bisa mengurangi kualitas pengalaman ujian.
Solusi bagi Sekolah dengan Fasilitas Terbatas
Tidak semua sekolah memiliki jumlah perangkat yang memadai. Oleh karena itu, Kemendikdasmen memberikan sejumlah rekomendasi:
-
Meminjam perangkat dari sekolah lain yang lebih siap.
-
Mengajak orang tua atau siswa untuk menyediakan perangkat pribadi yang nantinya digunakan khusus untuk simulasi hingga hari ujian.
-
Menggunakan sistem pinjam pakai antar satuan pendidikan untuk memastikan pemerataan fasilitas.
Dengan cara ini, diharapkan tidak ada sekolah yang tertinggal. Meski demikian, kebijakan ini masih menyisakan tantangan. Bagaimana dengan sekolah-sekolah di daerah terpencil yang jauh dari akses teknologi?
Isu Jaringan Internet
Selain perangkat, isu lain yang muncul adalah ketersediaan jaringan internet. TKA berbasis komputer membutuhkan koneksi internet yang stabil agar proses pengerjaan berjalan lancar.
Indyah menjelaskan bahwa ada fleksibilitas bagi sekolah dalam mengatur teknis pelaksanaan. Misalnya, penggunaan server lokal atau mode semi-online, sehingga kendala jaringan bisa diminimalisasi.
Namun, masalah ini tetap krusial, terutama di daerah yang masih blank spot atau hanya memiliki akses internet dengan kualitas rendah. Pemerintah perlu memikirkan solusi komprehensif, seperti:
-
Dukungan infrastruktur jaringan dari penyedia layanan internet.
-
Skema subsidi atau bantuan perangkat untuk sekolah-sekolah di wilayah 3T (tertinggal, terdepan, dan terluar).
-
Mekanisme teknis pelaksanaan offline dengan sinkronisasi hasil setelah ujian selesai.
TKA dan Standarisasi Seleksi Nasional
Diskusi mengenai perangkat ujian tidak bisa dilepaskan dari tujuan besar pelaksanaan TKA. Seperti dijelaskan pada kesempatan lain oleh pejabat Kemendikdasmen, TKA hadir untuk menstandarkan sistem seleksi di tingkat nasional.
Sebelumnya, seleksi masuk sekolah kedinasan bergantung pada nilai rapor atau ijazah, yang sangat bergantung pada kebijakan internal sekolah. Hal ini memunculkan kekhawatiran tentang praktik “sedekah nilai” dari guru kepada siswanya. Dengan TKA, semua siswa diuji dengan standar yang sama.
Namun, agar tujuan standarisasi ini tercapai, aspek teknis seperti perangkat, jaringan, dan keamanan ujian menjadi sangat penting. Tanpa itu, pelaksanaan TKA bisa menimbulkan ketidakadilan baru, terutama bagi siswa dari sekolah dengan fasilitas terbatas.
Dampak Sosial dan Persepsi Publik
Isu penggunaan perangkat untuk TKA juga mencerminkan kesenjangan akses pendidikan di Indonesia. Di kota-kota besar, penggunaan laptop atau Chromebook bukanlah masalah besar karena akses perangkat relatif mudah. Namun, di pedesaan, masih banyak siswa yang bahkan tidak memiliki laptop pribadi.
Inilah yang membuat warganet ramai menyoroti isu ini. Mereka menilai bahwa pemerintah perlu menyiapkan skema afirmasi agar siswa dari keluarga kurang mampu tidak dirugikan hanya karena kendala teknis.
Jika masalah ini tidak ditangani dengan serius, TKA justru bisa memperlebar kesenjangan antara siswa di perkotaan dan pedesaan.
Menuju Implementasi yang Lebih Baik
Agar pelaksanaan TKA berjalan optimal, ada beberapa langkah strategis yang bisa dilakukan:
-
Mapping fasilitas sekolah: Pemerintah perlu mendata secara detail kondisi sarana prasarana di seluruh sekolah, khususnya ketersediaan perangkat komputer.
-
Pemberian bantuan perangkat: Sekolah dengan fasilitas terbatas bisa diberikan bantuan berupa laptop atau Chromebook, baik melalui APBN maupun kerja sama dengan pihak swasta.
-
Pelatihan teknis bagi guru dan operator sekolah: Agar pelaksanaan ujian berjalan lancar, guru harus menguasai teknis penggunaan Exam Browser dan prosedur keamanan.
-
Skema khusus untuk daerah 3T: Pemerintah bisa merancang mekanisme offline atau semi-online yang lebih sesuai dengan kondisi daerah terpencil.
Kesimpulan
Isu fasilitas sekolah menjelang pelaksanaan Tes Kemampuan Akademik (TKA) menyoroti pentingnya kesiapan infrastruktur pendidikan di Indonesia. Keputusan untuk hanya menggunakan PC, laptop, atau Chromebook merupakan langkah logis demi menjaga kualitas pengerjaan soal dan keamanan ujian.
Meski demikian, keputusan untuk tidak memperbolehkan HP menimbulkan tantangan tersendiri, terutama bagi sekolah atau siswa yang terbatas akses teknologinya. Pemerintah berupaya mengatasi kendala ini dengan mekanisme peminjaman perangkat dan fleksibilitas pelaksanaan ujian.
Pada akhirnya, keberhasilan TKA bukan hanya ditentukan oleh kualitas soal atau kebijakan seleksi, tetapi juga oleh sejauh mana pemerintah mampu memastikan akses yang adil bagi semua siswa, tanpa terkecuali. Jika masalah perangkat dan jaringan dapat diatasi, TKA bisa menjadi tonggak baru dalam menciptakan sistem seleksi pendidikan yang lebih objektif, transparan, dan setara di Indonesia.
Jangan lupa untuk mengunjungi link-link berikut agar persiapan seleksi kalian lebih matang, ya!