Simulasi CAT – Berikut rata-rata nilai TKA untuk 22 mata pelajaran.
Pemerintah melalui Kementerian Pendidikan Dasar dan Menengah (Kemendikdasmen) bersiap menyalurkan nilai Tes Kemampuan Akademik (TKA) 2025 untuk jenjang SMA, SMK, MA, dan sederajat kepada dinas pendidikan di seluruh Indonesia. Penyaluran nilai ini dijadwalkan dilakukan pada Selasa, 23 Desember 2025, sehingga pemerintah daerah dapat segera mengolah dan memanfaatkannya sebagai bagian dari evaluasi mutu pembelajaran. Tidak hanya itu, nilai TKA juga akan diintegrasikan ke dalam sistem Seleksi Nasional Berdasarkan Prestasi (SNBP), sehingga hasil asesmen akademik ini akan memiliki keterkaitan langsung dengan jalur seleksi masuk perguruan tinggi berbasis prestasi.
Kepala Badan Standar, Kurikulum, dan Asesmen Pendidikan (BSKAP) Kemendikdasmen, Toni Toharudin, menjelaskan bahwa hasil TKA 2025 pada jenjang SMA/sederajat memberikan gambaran mengenai capaian akademik peserta didik secara nasional, terutama melalui informasi rata-rata nilai per mata pelajaran. Melalui data tersebut, pemerintah dapat melihat potret kekuatan dan tantangan pembelajaran pada mata pelajaran tertentu, sekaligus mengidentifikasi area yang memerlukan penguatan.
Penjelasan itu disampaikan Toni dalam agenda Taklimat Media Laporan Pelaksanaan TKA Jenjang SMA 2025 dan Persiapan TKA Jenjang SD & SMP 2026, yang digelar oleh BSKAP Kemendikdasmen di Gedung A Kemendikdasmen, Jalan Jenderal Sudirman, Jakarta Pusat, pada Senin, 22 Desember 2025. Dalam forum itu, Toni menekankan bahwa rata-rata nilai TKA menunjukkan adanya variasi capaian antarmata pelajaran, yang menurutnya tidak bisa dipahami secara sederhana sebagai “mata pelajaran mudah atau sulit” semata. Variasi tersebut mencerminkan beragam faktor, terutama perbedaan karakter kompetensi yang diukur dan tingkat kesulitan soal.
“Kita lihat capaian rata-rata menunjukkan variasi antarmata pelajaran yang mencerminkan perbedaan karakter kompetensi dan tingkat kesulitan,” ujar Toni dalam pemaparannya. Dengan kata lain, TKA tidak hanya memotret hasil akhir, tetapi juga memberi sinyal tentang proses dan kualitas pembelajaran yang berlangsung di kelas.
Apa Itu TKA? Penjelasan Lengkap dan Detail
Untuk memahami konteks berita ini, penting menjelaskan terlebih dahulu apa itu TKA dan mengapa hasilnya dianggap relevan bagi dinas pendidikan maupun ekosistem seleksi pendidikan tinggi.
Tes Kemampuan Akademik (TKA) adalah bentuk asesmen yang dirancang untuk mengukur kemampuan akademik peserta didik pada jenjang tertentu, berdasarkan kompetensi yang relevan dengan kurikulum dan standar pembelajaran nasional. Secara tujuan, TKA berfungsi sebagai alat ukur capaian pembelajaran—bukan hanya untuk melihat “nilai” dalam arti sempit, tetapi untuk memetakan sejauh mana siswa menguasai kompetensi yang ditargetkan dalam pembelajaran.
TKA umumnya disusun agar tidak sekadar menguji hafalan, melainkan menilai kemampuan yang lebih substantif seperti:
- pemahaman konsep,
- penalaran,
- analisis dan interpretasi informasi,
- pemecahan masalah, serta
- kemampuan menerapkan pengetahuan dalam konteks tertentu.
Dalam praktiknya, TKA pada jenjang SMA/sederajat mencakup beberapa kelompok mata pelajaran:
- Mata pelajaran wajib, yang diikuti oleh mayoritas peserta dan menjadi gambaran capaian umum secara nasional.
- Mata pelajaran pilihan, yang diambil sesuai minat, program, atau peminatan peserta didik (misalnya rumpun IPS, IPA, bahasa, dan mata pelajaran lain tertentu).
Nilai TKA kemudian dihimpun, dianalisis, dan disalurkan kepada pemangku kepentingan—terutama dinas pendidikan—untuk tujuan perbaikan pembelajaran. Pada level kebijakan, data TKA dapat digunakan untuk:
- menyusun intervensi peningkatan mutu,
- memperkuat pelatihan guru,
- meninjau strategi pembelajaran dan asesmen di sekolah,
- serta memetakan kebutuhan nyata dalam ruang kelas.
Karena nilai TKA juga akan diintegrasikan ke SNBP, asesmen ini tidak hanya bersifat “monitoring mutu”, tetapi juga dapat menjadi bagian dari ekosistem seleksi berbasis prestasi. Namun, Toni menekankan bahwa fungsi utama TKA tetap sebagai cermin pembelajaran, bukan alat pelabelan atau pemeringkatan.
Variasi Nilai Antarmata Pelajaran: Cermin Karakter Kompetensi dan Tingkat Kesulitan
Menurut Toni, ketika data rata-rata nilai per mata pelajaran ditampilkan, publik akan melihat pola yang beragam: ada mata pelajaran dengan rata-rata lebih tinggi, ada pula yang lebih rendah. Ia meminta masyarakat memahami bahwa hal ini merupakan konsekuensi dari perbedaan:
- karakter kemampuan yang dituntut (misalnya analisis konteks sosial vs pemodelan matematis),
- kompleksitas materi, serta
- tingkat kesulitan soal yang dirancang untuk menguji kompetensi tertentu.
Artinya, perbedaan rata-rata nilai seharusnya dibaca sebagai informasi untuk perbaikan, bukan sebagai “vonis” bahwa siswa atau sekolah tertentu lebih baik atau lebih buruk secara mutlak.
5 Mata Pelajaran Pilihan dengan Rata-rata Nilai Tertinggi
BSKAP Kemendikdasmen merilis data bahwa sejumlah mata pelajaran pilihan mencatatkan rata-rata nilai paling tinggi dibanding mata pelajaran pilihan lainnya. Lima mata pelajaran tersebut adalah:
- Antropologi: 70,43
- Geografi: 70,36
- Bahasa Indonesia Tingkat Lanjut: 68,02
- Bahasa Arab: 64,97
- Sejarah: 62,72
Toni menilai capaian ini memberikan sinyal bahwa pada mata pelajaran tertentu, penguasaan kompetensi siswa terlihat cukup kuat. Ia menggarisbawahi bahwa mata pelajaran dengan capaian rata-rata tinggi umumnya menuntut kemampuan yang tidak sekadar hafalan, tetapi juga mengandalkan:
- pemahaman konteks,
- kemampuan membaca fenomena sosial atau ruang,
- penalaran berbasis informasi,
- serta analisis hubungan sebab-akibat.
“Capaian ini menunjukkan penguasaan kompetensi yang relatif kuat pada mata pelajaran yang dimaksud,” ujarnya.
Namun, Toni juga mengingatkan bahwa interpretasi ini tetap harus hati-hati. Rata-rata nilai yang lebih tinggi bukan berarti mata pelajaran tersebut selalu “lebih mudah”, melainkan bisa juga menandakan adanya faktor seperti kesiapan pembelajaran, karakter materi, dan tingkat partisipasi peserta yang memilih mata pelajaran tersebut.
5 Mata Pelajaran Pilihan dengan Rata-rata Nilai Terendah
Di sisi lain, hasil TKA juga menunjukkan adanya mata pelajaran pilihan dengan rata-rata nilai yang lebih rendah. Lima mata pelajaran dengan rata-rata terendah adalah:
- Bahasa Korea: 28,55
- Ekonomi: 31,68
- Kimia: 34,92
- Bahasa Jerman: 36,59
- Fisika: 37,65
Rata-rata nilai yang lebih rendah ini bisa menjadi sinyal bahwa:
- kompetensi yang diukur membutuhkan kemampuan penalaran yang lebih berat,
- materi yang diujikan menuntut pemahaman konsep mendalam,
- atau pembelajaran di kelas masih menghadapi tantangan (misalnya metode, sumber belajar, atau kesiapan siswa).
Khusus pada mata pelajaran sains seperti kimia dan fisika, interpretasi yang sering muncul adalah tingginya tuntutan berpikir abstrak dan pemodelan. Sementara pada bahasa asing tertentu, rendahnya rata-rata bisa berkaitan dengan jumlah peserta yang relatif kecil, ketersediaan pengajar, serta intensitas paparan bahasa dalam keseharian.
Penegasan BSKAP: TKA Bukan Alat “Meranking” Sekolah atau Daerah
Salah satu poin penting yang ditekankan Toni adalah bahwa hasil TKA tidak dimaksudkan untuk pemeringkatan sekolah atau membandingkan daerah secara sederhana. Data ini tidak boleh dipakai untuk memberi label “sekolah unggul” atau “sekolah lemah” tanpa melihat konteks. Penggunaan yang tepat adalah menjadikan hasil TKA sebagai cermin, bahan refleksi, dan dasar merancang perbaikan.
“Hasil TKA ini bukan untuk memberi label, bukan untuk me-ranking sekolah, apalagi membandingkan daerah secara sederhana. Data ini adalah cermin bersama yang membantu kita melihat kebutuhan riil pembelajaran di kelas,” kata Toni.
Penegasan ini penting karena dalam praktiknya, data asesmen nasional sering kali berisiko disalahpahami. Jika dijadikan alat kompetisi yang tidak sehat, sekolah dapat terdorong mengejar nilai semata, bukan memperbaiki kualitas belajar. Padahal, arah kebijakan asesmen modern justru ingin mendorong perbaikan proses pembelajaran.
Rata-rata Nilai TKA SMA 2025 per Mata Pelajaran dan Jumlah Peserta
BSKAP juga merilis daftar rata-rata nilai dan jumlah peserta per mata pelajaran. Data ini memperlihatkan skala besar pelaksanaan TKA sekaligus variasi peminat tiap mata pelajaran:
-
Bahasa Indonesia Wajib
Rerata: 55,38 | Peserta: 3.477.893 -
Matematika Wajib
Rerata: 36,10 | Peserta: 3.489.148 -
Bahasa Inggris Wajib
Rerata: 24,93 | Peserta: 3.509.688 -
PPKN
Rerata: 60,91 | Peserta: 1.089.508 -
Antropologi
Rerata: 70,43 | Peserta: 25.046 -
Projek Kreatif dan Kewirausahaan
Rerata: 56,34 | Peserta: 1.283.878 -
Bahasa Indonesia Lanjut
Rerata: 68,02 | Peserta: 392.303 -
Matematika Lanjut
Rerata: 39,32 | Peserta: 401.081 -
Bahasa Inggris Lanjut
Rerata: 45,23 | Peserta: 215.600 -
Biologi
Rerata: 54,40 | Peserta: 716.882 -
Sosiologi
Rerata: 60,07 | Peserta: 698.877 -
Ekonomi
Rerata: 31,68 | Peserta: 620.359 -
Kimia
Rerata: 34,92 | Peserta: 362.436 -
Sejarah
Rerata: 62,72 | Peserta: 398.045 -
Fisika
Rerata: 37,65 | Peserta: 295.167 -
Geografi
Rerata: 70,36 | Peserta: 309.042 -
Bahasa Arab
Rerata: 64,97 | Peserta: 77.375 -
Bahasa Jepang
Rerata: 55,21 | Peserta: 42.374 -
Bahasa Mandarin
Rerata: 57,66 | Peserta: 11.142 -
Bahasa Jerman
Rerata: 36,59 | Peserta: 5.937 -
Bahasa Korea
Rerata: 28,55 | Peserta: 2.539 -
Bahasa Prancis
Rerata: 45,05 | Peserta: 1.796
Dari daftar ini tampak bahwa mata pelajaran wajib diikuti jutaan peserta, sedangkan beberapa mata pelajaran pilihan tertentu (khususnya bahasa asing tertentu) memiliki peserta jauh lebih sedikit. Ini penting untuk konteks analisis: rata-rata nilai pada mata pelajaran dengan peserta kecil bisa sangat dipengaruhi oleh karakter kelompok peserta, akses pembelajaran, dan intensitas latihan.
Integrasi Nilai TKA ke SNBP: Apa Dampaknya?
Rencana integrasi nilai TKA ke sistem SNBP menandakan bahwa asesmen akademik nasional akan memiliki jalur pemanfaatan yang lebih luas. Integrasi ini dapat mendorong:
- sekolah lebih serius memastikan proses belajar berlangsung konsisten,
- siswa lebih termotivasi memperkuat kompetensi,
- dan data capaian akademik lebih terhubung dengan peluang pendidikan lanjut.
Namun, di saat bersamaan, integrasi juga perlu diiringi dengan tata kelola data yang rapi, verifikasi yang kuat, serta komunikasi publik yang jelas agar tidak menimbulkan kebingungan. Pemerintah juga perlu memastikan bahwa integrasi tersebut tetap mempertimbangkan prinsip keadilan dan konteks keragaman sekolah.
Penutup: TKA sebagai Cermin Bersama untuk Perbaikan Pembelajaran
Penyaluran nilai TKA jenjang SMA/SMK/MA/sederajat 2025 kepada dinas pendidikan pada 23 Desember 2025 menjadi momen penting untuk membaca kondisi pendidikan secara lebih berbasis data. BSKAP menegaskan bahwa hasil TKA tidak boleh dijadikan alat labelisasi, melainkan harus menjadi pijakan untuk memahami kebutuhan pembelajaran yang nyata di ruang kelas.
Variasi capaian antarmata pelajaran adalah sinyal bahwa strategi peningkatan mutu tidak bisa seragam. Ada mata pelajaran yang menunjukkan penguasaan cukup kuat, ada pula yang menuntut perhatian lebih—baik dalam metode pengajaran, penguatan kompetensi dasar, maupun penyediaan sumber belajar.
Dengan pemahaman yang tepat, TKA dapat menjadi instrumen yang membantu dunia pendidikan bergerak ke arah yang lebih sehat: bukan sekadar mengejar angka, melainkan memperbaiki kualitas belajar, memperkuat kompetensi, dan menyiapkan siswa menghadapi tantangan masa depan secara lebih matang.
Jangan lupa untuk mengunjungi link-link berikut agar persiapan seleksi kalian lebih matang, ya!
