Simulasi CAT – Berikut informasi seputar rekrutmen PPPK.
Perjuangan panjang para guru swasta untuk memperoleh pengakuan dan perlakuan yang setara dengan guru negeri kembali menemukan titik terang. Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) Republik Indonesia, melalui Komisi X, menegaskan komitmennya untuk memperjuangkan kesetaraan hak antara guru swasta dan guru negeri dalam kebijakan rekrutmen Aparatur Sipil Negara (ASN), khususnya melalui skema Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK).
Pernyataan tegas tersebut disampaikan oleh Anggota Komisi X DPR RI, Dedi Wahidi, dalam Rapat Dengar Pendapat Umum (RDPU) yang digelar bersama berbagai perwakilan organisasi guru dan dosen se-Indonesia. Forum tersebut berlangsung di Gedung Nusantara I, Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, pada Selasa, 2 Desember 2025. Pertemuan itu menjadi ruang penting bagi para pendidik untuk menyuarakan aspirasi mereka secara langsung kepada wakil rakyat, khususnya terkait ketimpangan perlakuan antara guru negeri dan guru swasta dalam sistem kepegawaian nasional.
Ketimpangan Lama yang Belum Tuntas
Dalam forum tersebut, Dedi Wahidi menyoroti fakta bahwa selama bertahun-tahun, guru swasta berada dalam posisi yang kurang menguntungkan dibandingkan rekan mereka yang berstatus aparatur sipil negara. Padahal, dalam praktiknya, tanggung jawab, beban kerja, dan peran yang dijalankan guru swasta tidak kalah berat dibandingkan guru negeri.
“Dalam proses rekrutmen ASN, tidak boleh ada pembedaan antara guru swasta dan guru negeri. Mereka sama-sama pendidik, sama-sama berkontribusi mencerdaskan kehidupan bangsa,” tegas Dedi di hadapan peserta rapat.
Menurutnya, sistem pendidikan nasional seharusnya memandang guru sebagai satu kesatuan profesi, bukan terfragmentasi oleh status kelembagaan. Selama ini, guru swasta sering kali terjebak dalam kondisi kerja yang tidak setara—mulai dari kesejahteraan yang rendah, minimnya jaminan karier, hingga terbatasnya akses terhadap program pengembangan profesi.
Realitas Guru Swasta: Pengabdian Tinggi, Perlindungan Minim
Dalam paparannya, Dedi juga menyinggung realitas yang dihadapi sebagian besar guru swasta di Indonesia. Banyak dari mereka yang mengabdi selama belasan bahkan puluhan tahun dengan tingkat penghasilan jauh di bawah standar layak. Tidak sedikit guru swasta yang menerima gaji di bawah upah minimum regional, bergantung pada kemampuan finansial yayasan atau sekolah tempat mereka mengajar.
Padahal, dari sisi beban kerja dan tanggung jawab profesional, guru swasta menjalankan peran yang sama dengan guru negeri—mengajar, mendidik, membimbing, serta membentuk karakter generasi muda bangsa. Namun, kondisi kesejahteraan mereka sering kali tidak sebanding dengan kontribusi yang diberikan.
“Kita tidak boleh membiarkan ketimpangan ini terus berlangsung. Negara harus hadir memastikan keadilan bagi seluruh guru, tanpa melihat status kelembagaannya,” ujar Dedi.
Ia menambahkan bahwa keberadaan guru swasta sangat krusial, terutama di daerah-daerah yang belum sepenuhnya terjangkau layanan pendidikan negeri. Dalam banyak kasus, sekolah swasta justru menjadi tulang punggung pendidikan masyarakat, khususnya di wilayah pinggiran dan daerah terpencil.
Dorongan DPR untuk Reformasi Sistem PPPK
Komisi X DPR RI menilai bahwa skema Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK) seharusnya menjadi instrumen utama untuk mengoreksi ketimpangan tersebut. Namun dalam praktiknya, implementasi PPPK dinilai belum sepenuhnya berpihak pada guru swasta.
Beberapa persoalan yang kerap muncul antara lain:
- keterbatasan formasi PPPK untuk guru swasta,
- persyaratan administratif yang tidak selalu sesuai dengan kondisi lapangan,
- serta sistem seleksi yang dinilai belum sepenuhnya adil bagi guru non-PNS.
Oleh karena itu, DPR mendorong pemerintah untuk melakukan evaluasi menyeluruh terhadap kebijakan PPPK, khususnya dalam aspek perencanaan formasi, mekanisme seleksi, dan perlindungan pasca-pengangkatan.
“Rekrutmen ASN tidak boleh hanya berpijak pada angka kebutuhan administratif. Harus ada keberpihakan pada mereka yang sudah lama mengabdi dan terbukti menjalankan tugas pendidikan dengan baik,” tegas Dedi.
Dorongan Keterlibatan Aktif Organisasi Guru
Dalam kesempatan yang sama, Dedi Wahidi juga mengajak organisasi profesi guru, baik di tingkat nasional maupun daerah, untuk lebih aktif terlibat dalam dialog kebijakan bersama pemerintah dan DPR. Menurutnya, suara kolektif para guru sangat penting untuk memastikan kebijakan yang dihasilkan benar-benar mencerminkan kebutuhan di lapangan.
Ia menilai bahwa organisasi guru memiliki posisi strategis sebagai jembatan antara pemerintah dan tenaga pendidik. Melalui komunikasi yang intensif, aspirasi guru dapat diterjemahkan menjadi kebijakan yang lebih adil dan aplikatif.
“Kami membuka ruang seluas-luasnya bagi organisasi guru untuk menyampaikan aspirasi. Kebijakan yang baik lahir dari dialog yang jujur dan partisipatif,” ujar Dedi.
Menuju Sistem Pendidikan yang Lebih Berkeadilan
Lebih jauh, Dedi menekankan bahwa perjuangan untuk kesetaraan guru bukan semata-mata isu kesejahteraan, tetapi juga bagian dari upaya membangun sistem pendidikan nasional yang adil dan berkualitas. Menurutnya, sulit mengharapkan kualitas pendidikan yang tinggi jika tenaga pendidiknya masih menghadapi ketidakpastian status dan kesejahteraan.
Ia menilai bahwa negara memiliki kewajiban moral dan konstitusional untuk memastikan seluruh guru—baik negeri maupun swasta—mendapat perlindungan, pengakuan, dan kesempatan yang setara untuk berkembang.
“Jika kita ingin meningkatkan mutu pendidikan, maka kita harus memulai dari memperbaiki nasib para pendidik. Guru yang sejahtera dan dihargai akan mampu bekerja secara profesional dan berdedikasi,” ujarnya.
Harapan Terhadap Kebijakan Pemerintah ke Depan
Dalam konteks kebijakan nasional, DPR berharap pemerintah dapat segera merumuskan kebijakan afirmatif yang lebih berpihak kepada guru swasta, baik melalui perluasan kuota PPPK, penyederhanaan mekanisme seleksi, maupun peningkatan perlindungan kesejahteraan pasca-pengangkatan.
Selain itu, DPR juga mendorong agar pemerintah lebih transparan dalam menyampaikan arah kebijakan terkait rekrutmen ASN, sehingga tidak menimbulkan kebingungan atau spekulasi di kalangan masyarakat, khususnya para tenaga pendidik.
Menurut Dedi, kejelasan arah kebijakan sangat penting agar guru dapat merencanakan masa depan kariernya dengan lebih pasti dan terukur.
Penutup: Menuju Kesetaraan dan Keadilan bagi Seluruh Guru
Pernyataan DPR melalui Komisi X menjadi sinyal kuat bahwa perjuangan menuju kesetaraan antara guru swasta dan guru negeri semakin mendapatkan dukungan politik yang serius. Meski jalan menuju keadilan penuh masih panjang, langkah-langkah konkret mulai terlihat melalui penguatan wacana kebijakan dan dorongan reformasi sistem rekrutmen ASN.
Harapannya, kebijakan ke depan tidak lagi memposisikan guru swasta sebagai tenaga cadangan, melainkan sebagai bagian integral dari sistem pendidikan nasional. Dengan pendekatan yang inklusif, adil, dan berbasis merit, Indonesia diharapkan mampu membangun ekosistem pendidikan yang tidak hanya berorientasi pada administrasi, tetapi juga pada kualitas dan keberlanjutan sumber daya manusianya.
Jika komitmen ini terus dijaga dan diwujudkan dalam kebijakan nyata, maka cita-cita menghadirkan pendidikan yang adil, bermutu, dan merata di seluruh pelosok Tanah Air bukanlah hal yang mustahil untuk dicapai.
Daftar 15 Kementerian dan Lembaga Sepi Peminat CPNS 2024
Berdasarkan data resmi BKN pada seleksi CPNS 2024, terdapat 15 kementerian dan lembaga pusat yang tercatat memiliki jumlah pelamar relatif sedikit. Instansi-instansi ini dinilai berpotensi kembali sepi peminat pada CPNS 2026, sehingga layak dipertimbangkan oleh calon pelamar.
Berikut daftarnya:
-
Kementerian Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (Kemenko PMK)
Formasi 65, pendaftar 385, submit 133. -
Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (KemenPANRB)
Formasi 61, pendaftar 474, submit 401. -
Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN)
Formasi 500, pendaftar 485, submit 334. -
Sekretariat Jenderal Komnas HAM
Formasi 38, pendaftar 507, submit 448. -
Sekretariat Jenderal MPR
Formasi 25, pendaftar 548, submit 490. -
Badan Pembinaan Ideologi Pancasila (BPIP)
Formasi 53, pendaftar 886, submit 769. -
Sekretariat Jenderal WANTANNAS
Formasi 64, pendaftar 896, submit 820. -
Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT)
Formasi 194, pendaftar 1.010, submit 941. -
Sekretariat Jenderal Komisi Yudisial
Formasi 145, pendaftar 1.045, submit 890. -
Badan Informasi Geospasial (BIG)
Formasi 82, pendaftar 1.208, submit 1.009. -
Badan Narkotika Nasional (BNN)
Formasi 32, pendaftar 1.224, submit 376. -
Kementerian Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Kemenko Polhukam)
Formasi 86, pendaftar 1.459, submit 1.287. -
Sekretariat Jenderal Dewan Perwakilan Daerah (DPD RI)
Formasi 230, pendaftar 1.937, submit 1.838. -
Kementerian Investasi/BKPM
Formasi 110, pendaftar 1.990, submit 1.730. -
Sekretariat Jenderal Dewan Nasional Kawasan Ekonomi Khusus (KEK)
Formasi 150, pendaftar 2.152, submit 2.034.
Ketimpangan Formasi dan Pendaftar
Data di atas memperlihatkan ketimpangan yang cukup mencolok antara jumlah formasi dan pendaftar di beberapa instansi. BRIN, misalnya, membuka 500 formasi, namun jumlah pendaftarnya relatif rendah jika dibandingkan dengan kementerian populer lain yang hanya membuka puluhan formasi tetapi diserbu puluhan ribu pelamar.
Kondisi serupa juga terlihat di BNN, BIG, dan beberapa sekretariat lembaga negara. Fenomena ini menunjukkan bahwa persepsi popularitas instansi sangat memengaruhi minat pelamar, sering kali tanpa mempertimbangkan rasio peluang yang sebenarnya.
Mengapa Instansi Tertentu Sepi Peminat?
Beberapa faktor yang diduga memengaruhi rendahnya minat pelamar terhadap instansi tertentu antara lain:
- Kurangnya eksposur publik dan pemberitaan
- Persepsi lingkungan kerja yang spesifik atau teknis
- Lokasi penempatan yang dianggap kurang strategis
- Kurangnya informasi tentang jenjang karier dan tunjangan
Padahal, banyak instansi tersebut memiliki peran strategis dalam pemerintahan dan menawarkan jalur karier yang tidak kalah menjanjikan.
Menyusun Strategi Sejak Dini untuk CPNS 2026
Melihat pola CPNS 2024, calon pelamar CPNS 2026 disarankan untuk mulai menyusun strategi sejak dini, antara lain dengan:
- Menganalisis data rasio formasi dan pendaftar
- Menyesuaikan pilihan instansi dengan latar belakang pendidikan
- Mempertimbangkan instansi yang sepi peminat namun relevan secara kompetensi
- Mempersiapkan diri secara maksimal untuk tes CAT
Pendekatan berbasis data dan rasional ini dinilai lebih efektif dibanding sekadar mengikuti tren instansi populer.
Penutup
Menjelang CPNS 2026, persaingan dipastikan kembali ketat dengan jutaan pelamar dari seluruh Indonesia. Namun, data resmi BKN menunjukkan bahwa peluang tidak selalu berada di instansi yang paling populer. Sebaliknya, instansi pusat yang relatif sepi peminat justru dapat menjadi pintu masuk strategis bagi pelamar yang jeli membaca peluang.
Dengan memahami pola seleksi sebelumnya, standar penghasilan CPNS, serta rasio pendaftar dan formasi, calon pelamar CPNS 2026 dapat menyusun strategi yang lebih matang dan terukur. Pada akhirnya, keberhasilan dalam seleksi CPNS bukan hanya ditentukan oleh kemampuan akademik, tetapi juga oleh ketepatan strategi dalam memilih instansi tujuan.
Jangan lupa untuk mengunjungi link-link berikut agar persiapan seleksi kalian lebih matang, ya!
