Simulasi CAT – Berikut informasi seputar gaji tunggal ASN.
Rencana pemberlakuan sistem gaji tunggal (single salary) bagi Aparatur Sipil Negara (ASN)—yang mencakup Pegawai Negeri Sipil (PNS) dan Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK)—kembali menjadi sorotan publik setelah Badan Kepegawaian Negara (BKN) mengusulkan penerapannya mulai tahun 2026. Sistem ini disebut-sebut sebagai bagian dari agenda besar reformasi birokrasi dan transformasi manajemen aparatur negara.
Namun, Kementerian Keuangan (Kemenkeu) menegaskan bahwa belum ada keputusan final, dan pembahasan teknis masih berada di ranah antara BKN dan Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (KemenPAN-RB). Kemenkeu belum menerima draf lengkap maupun penjelasan detail untuk menilai kelayakan fiskal, implikasi anggaran, serta kesiapan regulasi yang diperlukan.
Kemenkeu: “Kami Belum Tahu Perkembangannya, Pembahasan Masih di Level BKN–KemenPAN-RB”
Direktur Jenderal Anggaran Kemenkeu, Luky Alfirman, menjadi perwakilan pemerintah yang memberikan klarifikasi terbaru terkait rencana tersebut. Dalam pernyataannya di Gedung DPR pada Senin (24/11/2025), Luky menegaskan bahwa Kemenkeu belum terlibat penuh dalam penyusunan desain single salary.
Ia menyampaikan:
“(Terkait penerapan gaji tunggal 2026) belum, saya belum tahu. Progresnya masih BKN sama KemenPAN-RB dulu. Kalau pembahasan mereka sudah selesai, baru ke Kemenkeu.”
Pernyataan ini menunjukkan bahwa Kemenkeu sebagai pemegang otoritas fiskal negara tidak akan membuat keputusan terburu-buru sebelum menerima dokumen komprehensif dari instansi teknis yang menangani manajemen kepegawaian.
Saat ditanya kemungkinan penerapan di tahun 2026, Luky memilih berhati-hati.
“Kita tidak mau berandai-andai. Kita lihat nanti hasil pembahasannya seperti apa.”
Sikap ini mencerminkan prinsip kehati-hatian fiskal, terutama karena perubahan sistem penggajian ASN merupakan kebijakan berbiaya besar yang berdampak langsung pada belanja pegawai dalam APBN.
Latar Belakang Single Salary: Apa yang Diubah dan Mengapa Jadi Isu Penting?
Konsep single salary mulai dibahas pemerintah beberapa tahun terakhir sebagai lanjutan program reformasi struktural ASN. Saat ini, penghasilan ASN terdiri dari banyak komponen, seperti:
- gaji pokok,
- tunjangan kinerja (tukin),
- tunjangan jabatan,
- tunjangan keluarga,
- tunjangan pangan,
- tambahan penghasilan pegawai (TPP) di daerah,
- dan tunjangan lainnya.
Struktur penghasilan ini dinilai:
- kurang efisien,
- menyulitkan perencanaan anggaran,
- menyebabkan ketimpangan antar-instansi,
- dan rentan politisasi melalui tunjangan kinerja.
Melalui skema single salary, semua komponen ini akan digabung menjadi satu paket penghasilan utama yang lebih transparan dan mudah diawasi.
Upaya ini juga sejalan dengan transformasi birokrasi menuju:
- struktur organisasi yang lebih ramping,
- penguatan sistem merit,
- dan penyesuaian pola karier ASN.
Namun, penyederhanaan ini membutuhkan regulasi besar-besaran, termasuk revisi UU ASN 2023, peraturan pemerintah, hingga ketentuan teknis di tiap kementerian/lembaga.
BKN Optimistis Single Salary Bisa Dimulai 2026
Di sisi lain, Kepala BKN Zudan Arif Fakrulloh memberikan pernyataan berbeda. Ia menegaskan bahwa BKN terus melakukan percepatan koordinasi untuk mematangkan skema single salary, termasuk pembicaraan intensif dengan:
- Kementerian Keuangan,
- Kementerian PAN-RB,
- serta kementerian dan lembaga lain yang terkait.
Menurut Zudan, pembahasan dilakukan untuk menyelaraskan seluruh regulasi yang bersinggungan, mulai dari aturan penghasilan, standar jabatan, hingga sistem penganggaran.
Zudan menyampaikan:
“Kami terus membahas dan mengoordinasikan dengan Kemenkeu, KemenPAN-RB, serta kementerian dan lembaga lain. Kita harap tahun depan single salary sudah bisa diterapkan.”
Pernyataan Zudan ini menjadi dasar munculnya pemberitaan bahwa single salary akan berlaku mulai tahun 2026.
Namun, pernyataan Kemenkeu kemudian mengonfirmasi bahwa timeline tersebut belum disepakati secara final.
Mengapa Kemenkeu Belum Mau Menetapkan? Pertimbangan Fiskal Menjadi Kunci
Ada beberapa alasan mengapa Kemenkeu tidak ingin mengambil keputusan cepat:
1. Biaya Implementasi Sangat Besar
Perubahan sistem penggajian ASN akan berdampak langsung pada struktur belanja negara. Dengan jumlah ASN mencapai lebih dari 4,3 juta orang, reformasi gaji berpotensi:
- meningkatkan belanja pegawai,
- atau mengubah distribusi tunjangan kinerja,
- serta memerlukan penyesuaian di APBN maupun APBD.
Dengan belanja pegawai yang sudah mencapai lebih dari Rp 450 triliun per tahun, pemerintah harus menghitung secara presisi konsekuensi fiskal jangka panjang.
2. Skema Single Salary Harus Selaras dengan Rencana Reformasi ASN
Penerapan single salary tidak bisa berdiri sendiri. Ia harus terikat dengan:
- sistem merit,
- standar jabatan nasional,
- ruang karier PNS dan PPPK,
- revisi peraturan kepegawaian,
- serta penyederhanaan struktur tunjangan.
Jika salah satu belum siap, implementasi akan berisiko menciptakan tumpang tindih.
3. Perlu Payung Hukum Baru
Single salary memerlukan:
- revisi UU ASN,
- peraturan pemerintah,
- peraturan presiden,
- serta harmonisasi puluhan kebijakan penggajian yang saat ini berlaku di kementerian/lembaga.
Kemenkeu tidak bisa memberikan persetujuan tanpa dasar regulasi yang kuat dan jelas.
4. Perlu Simulasi untuk PNS dan PPPK
Salah satu tantangan teknis adalah menyetarakan sistem penggajian antara:
- PNS yang memiliki hak pensiun dan masa kerja panjang,
- PPPK yang memiliki kontrak jangka tertentu tanpa hak pensiun.
Single salary harus memperhitungkan keadilan, beban kerja, tingkat jabatan, hingga risiko jabatan.
Apa yang Akan Diubah Jika Single Salary Diterapkan?
Jika akhirnya disetujui, sistem gaji ASN akan mengalami perubahan besar:
1. Gaji pokok dan tunjangan kinerja digabung menjadi satu paket gaji utama
Saat ini tukin (tunjangan kinerja) bisa lebih besar dari gaji pokok, membuat struktur penghasilan tidak proporsional.
2. Sistem penggajian lebih transparan
Instansi pemerintah tidak lagi memiliki banyak komponen tunjangan yang berbeda antar-kementerian.
3. Meminimalkan ketimpangan
Saat ini ada gap besar:
- tukin Kemenkeu/Setneg bisa Rp 30–80 juta,
- tukin banyak pemda hanya Rp 1–2 juta.
Single salary akan mengurangi ketimpangan tersebut.
4. Birokrasi lebih efisien dan adaptif
Struktur tunggal membuat perencanaan anggaran lebih mudah dan akuntabel.
5. Dampak langsung ke PPPK
PPPK selama ini tidak mendapatkan hak pensiun. Dengan single salary, perlu perumusan ulang komposisi gaji agar tetap adil.
Koordinasi BKN–KemenPAN-RB–Kemenkeu Menentukan Arah Kebijakan
Hingga saat ini, ketiga lembaga tersebut memiliki peran masing-masing:
BKN → merumuskan desain teknis sistem gaji tunggal
KemenPAN-RB → menentukan standar jabatan dan kerangka regulasinya
Kemenkeu → mengatur fiskal, anggaran, dan kesiapan APBN
Karena itu, keputusan final tidak bisa hanya berasal dari satu lembaga.
Kapan Single Salary Benar-Benar Bisa Diterapkan?
Dengan situasi saat ini, terdapat tiga kemungkinan:
1. Mulai 2026 (sesuai usulan BKN)
Namun hanya bisa terjadi jika seluruh regulasi siap pada 2025.
2. Ditunda sampai 2027–2028
Jika revisi UU ASN, PP, dan Perpres belum selesai tepat waktu.
3. Diterapkan bertahap
Misalnya:
- 2026 → uji coba di beberapa kementerian
- 2027 → berlaku bagi PNS
- 2028 → berlaku bagi PPPK
Model bertahap ini yang paling realistis menurut para ekonom dan analis kebijakan.
Kesimpulan: Single Salary Masih Dalam Tahap Pembahasan Awal
Berdasarkan pernyataan Kemenkeu dan BKN, dapat disimpulkan:
- Belum ada keputusan final terkait penerapan single salary tahun 2026.
- Kemenkeu belum menerima rancangan teknis lengkap dari BKN dan KemenPAN-RB.
- Penerapan single salary harus mempertimbangkan kesiapan regulasi dan kemampuan APBN.
- BKN optimistis, namun Kemenkeu mengambil posisi hati-hati.
Dengan demikian, masyarakat—terutama ASN—diminta menunggu informasi resmi dan tidak terpengaruh rumor yang beredar.
Sumber: finance.detik.com
Jangan lupa untuk mengunjungi link-link berikut agar persiapan seleksi kalian lebih matang, ya!
